Rabu, 25 Agustus 2010

SEKARANG PUNGGUK ITU TERBANG BEBAS



Di dalam ruangan kerjaku yang dingin karena pendingin ruangan yang tua tapi tak bosan tiupkan angin segar. Sesekali dia berbunyi decitan seperti terbatuk. Ruanganku yang hanya tak lebih lebar dari kamar tidurku, yang beralaskan karpet berwarna biru yang sudah compang-camping dan penuh dengan perangkat-perangkat komputer berserakan. Entah sudah rusak atau bagaimana, sudah bosan aku melihatnya berserakan seperti barang yang tak bernilai lagi. Dua buah meja dan sebuah loker besar penuh dengan stiker dari antah berantah semakin membuat ruanganku layaknya ruangan seorang pekerja tanpa aturan. Hawa pengapnya terkadang menyengat hidungku, untung masih ada pengharum ruangan yang masih bisa melegakan indera penciumku.


Masih belum terlalu lama aku menempati ruangan ini, baru beberapa bulan saja. Ditemani dengan seperangkat PC dengan monitor tabung 15 inchi, sebuah mixer renta keluaran tahun 1994, dan sepasang speaker Simbadda yang masih saja setia menjadi partner kerjaku. Walaupun dengan kondisinya yang aku bilang tidak layak untuk pekerjaanku, tapi aku terima saja apa adanya. Memang sangat lamban dan sering kali aku lembur babak belur untuk menyelesaikan seluruh pekerjaanku, tapi toh sepertinya aku tidak akan lama bekerja di sini, jadi aku urungkan niatku untuk meminta meng-upgrade komputer kerjaku.


Ketika mengerjakan sebuah pekerjaan, terdengar sebuah lagu yang menjadi salah satu dari sekian banyak lagu kenangan. “No One by Alicia Keys”. Sebuah lagu dari seorang wanita berkulit hitam dari negara digdaya. Dinginnya ruangan seakan menambah kekhusyukan dalam lagu itu. Lagu yang kembalikan ingatan-ingatanku pada masa lalu, pada masa-masa dimana aku sangat merindukan seseorang yang akan temani aku meniti usiaku. Lagu yang menceritakan tentang romansa seseorang yang memuja dan mencinta kekasihnya yang selalu ada di setiap saat ia membutuhkan. Di mana dunia terasa begitu kejam dan tak ada orang yang bisa menolongnya namun tetap ada seseorang yang selalu sediakan bahunya sebagai sandaran. Lagu yang katakan tentang cinta yang tak semua orang bisa memahaminya, tentang sebuah rasa sebenar-benarnya rasa yang didapat dan dirasakan yang kebanyakan orang berharap dan berdoa untuk bisa merasakannya.


Yang kurasakan saat mendengar lagu ini adalah aku teringat akan saat-saat aku benar-benar ingin menyanyikan lagu ini seakan memang itulah yang terjadi pada hidupku sesuai dengan setiap bait yang kunyanyikan. Saat aku merasakan kesepian yang dalam. Saat aku inginkan kehadiran seseorang yang akan menjadi tempatku pulang. Saat aku selalu pikirkan seseorang itu ketika aku sendiri tanpa seorang teman di hadapanku. Saat aku selalu terbayang wajahnya ketika aku hendak pejamkan mataku dan berharap bermimpi bertemu dengannya. Saat dimana aku sering berhalusinasi bahwa dia seakan ada di hadapanku dan berikan senyuman yang gugurkan setiap amarah di dada. Saat dimana aku berangan-angan akan tinggali rumahku dengannya, habiskan seluruh masaku dengannya.


Aku teringat akan masa-masa ketika aku benar-benar menginginkan seseorang dan seakan tak mau melepasnya jika sudah mendapatkannya di genggamanku. Ketika tak ada orang lain selain dia. Tak ada yang bisa palingkan wajahku darinya. Aku teringat betapa kesepiannya diriku. Aku teringat betapa nelangsanya diriku. Hanya bisa berangan-angan, bermimpi, berharap, berdoa, tanpa ada satu hal pun yang bisa kuperbuat. Sama sekali tak ada yang bisa kuperbuat. Ketika aku hanya menjadi pungguk yang merindukan bulan. Hanya bisa bertengger menyendiri di batang pohon kering dan lihat keindahannya dari kejauhan. Saat aku hanya bisa melihat keindahannya dibalik selimut hangat yang tetap saja tak bisa hangatkan dinginnya hatiku. Saat tak ada nyanyian yang sanggup kunyanyikan.


Namun itu semua hanyalah masa laluku. Kisah lalu yang tidak aku sesali, namun tidak juga aku bangga karenanya. Masa laluku tentang rasa kesepianku karena tak hadirnya seseorang yang aku inginkan. Masa laluku yang aku kira aku tak akan berarti apa-apa tanpa kehadiran seseorang yang aku puja. Kisah lalu tentang seorang laki-laki yang benar-benar sisihkan logikanya untuk sebuah rasa pada seorang perempuan, untuk pemujaan pada seorang makhluk cantik.


Kisah ini berakhir pada pungguk yang tetap menjadi pungguk tetapi sudah tak melihat dan mengharapkan bulan lagi. Namun pungguk itu sekarang sudah tak pernah menyendiri di batang pohon kering di tengah malam, dia kini telah terbang bebas. Tak pernah terpikir olehnya untuk kembali ke salah satu dahan di pohon kering tanpa daun itu. Dia telah benar-benar tinggalkan masa lalunya, dia terbang bebas. Walaupun dia seringkali terbang di langit seorang diri, ia tak pernah merasa sepi. Karena dia menyadari bahwa cinta ada di setiap penjuru alam, dan ternyata cinta hidup di dalam dirinya.


Dan kini hatinya terus bernyanyi.

Jumat, 20 Agustus 2010

SAHABAT & KELUARGA (CINTA)



Telfon genggamku berbunyi di awal malam. Sebuah pesan pendek datang, sebuah pesan yang datang dari salah seorang kawan yang telah menjadi salah satu bagian terbaik dari hidupku. Salah seorang dari sekian yang berarti dalam hidupku.

Pesan itu berisikan puisi, rima, pantun, atau sajak atau entah apa itu namanya. Aku tak pandai dalam bidang sastra. Puisi, pantun, rima atau sajak itu berisikan tentang betapa berartinya seorang sahabat. Betapa agungnya persahabatan. Betapa mulianya sebuah persahabatan. Betapa sucinya hati orang yang bersahabat. Melalui pesan itu kawanku berkata dengan kata-kata indahnya, bahwa sahabat adalah rangkuman dari seluruh kasih sayang. Sahabat bisa menjadi orang yang perhatian pada kita, sahabat bisa menjadi orang yang menyebalkan, dan sahabat bisa sangat menyayangi kita lebih dari apapun.

Aku tersanjung.

Aku merasa sangat dihargai dengan dia mengirimku sebuah pesan pendek itu. Aku merasa dia sangat menghargai apa yang telah aku upayakan dan apa yang telah ia usahakan untuk persahabatan ini. Untuk terus menjaga keutuhan apa yang ada diantara kita berdua. Aku benar-benar menghargai apa yang telah dia lakukan. Aku menghargai apa yang dia lakukan adalah bentuk dari penghargaannya sebagai teman, sahabat, kawan, dan bentuk dari perasaannya tak tak ingin kehilangan. Aku pun merasa demikian, aku tak ingin kehilangan mereka.

Sahabat. Seseorang yang sangat beharga untuk kita miliki.

Sahabat bukanlah orang yang kita kenal karena mereka adalah keluarga kita. Sahabat adalah orang yang tak bertendensi seperti teman bisnis. Sahabat adalah orang yang bisa menjaga kita saat kita butuh perlindungan. Sahabat adalah mereka yang menampar kita saat kita lakukan kesalahan. Sahabat adalah yang mengajak kita berlari kejar hidup kita yang lebih berarti. Maka sebelum kita kehilangan mereka, selagi mereka ada di sisi kita, kita katakan dan biarakan mereka tahu bahwa kita mencintai dan menyayangi mereka.

Nyatakan cinta kita kepada sahabat kita sebelum habis waktu kita.

Namun, di luar itu semua. Sudahkah kita nyatakan cinta kita kepada orang yang lebih dekat dari sahabat?

Dengan banyaknya nada, banyaknya puisi, pantun, sajak indah, dan kata-kata bijak yang telah tercipta tentang arti sahabat, agaknya kita melupakan sesuatu yang sebenarnya lebih berarti. Jauh lebih berarti dan tak akan ternilai. Seseorang yang begitu dekat hingga kita tak menyadari bahwa mereka begitu dekat di hati kita. Seseorang yang karena begitu dekat, kita sering lupakan mereka. Seseorang yang begitu dekatnya apabila kita kehilangannya, tak akan pernah habis air mata kita tangisi ketiadaannya. Seseorang yang sering kali kita lupa untuk kita beri ucapan cinta.

Seseorang yang sering kali kita lupa untuk kita beri ucapan cinta.

Keluarga.

Keluarga. Kata-kata yang sangat biasa terdengar oleh telinga. Namun cinta mereka tak biasa kita lihat dengan sanjungan. Keluarga, yang cintanya adalah cinta tanpa syarat. Cinta yang lebih tanpa syarat dibandingkan dengan hanya seorang sahabat. Walau kita tak menganggap kehadiran cinta mereka, namun cinta itu tetap hadir di hati kita. Cinta yang tak terbalas, dan tak berbalas. Mereka yang timang dan tampar kita karena kasihnya pada kita. Mereka yang berikan payung perlindungan agar kitaterlindung dari hujan. Walau dengan payung sederhana tak bertaburan intan berlian. Tapi kasih di hati mereka tak akan tertandingi oleh sebuah batu safir sekalipun. Kesederhanaan kasih keluarga yang tak mewah namun jujur dari hati.

Agaknya kita terlalu disibukkan dengan sahabat kita. Hingga kita lupakan orang terdekat di hati kita. Orang-orang yang tetap kasihi kita walau tak terhitung berapa kali kita sakiti mereka. Tak terhitung berapa kali kita kecewakan mereka. Berapa kali kita buat mereka menangis. Namun mereka tetap berikan kasihnya pada kita, dan lupakan seluruh air mata yang telah mengalir.

Mereka yang bertanya-tanya dan khawatirkan kita bila kita tak kunjung pulang. Mereka yang berikan doa dalam setiap sujud mereka. Mereka yang tengadahkan tangannya dan memohon segala kebaikan dunia dan di hari akhir nanti untuk kita. Mereka, yang mempersalahkan diri mereka sendiri jika kita telah melakukan kesalahan. Mereka yang hancurkan diri mereka demi ketegaran kita. Mereka, tempat kita kembali.

Sedangkan sahabat. Seagung itukah seorang sahabat? Semulia itukah seorang sahabat? Setulus itukah hati seorang sahabat? Sampai mana setianya pada kita seorang sahabat?

Sahabat.

Sahabat?

Memang penting arti sahabat di hidup kita. Aku tak menyangkal akan hal itu. Seorang nabi berpesan pada umatnya, bila hendak menilai seseorang, lihatlah sahabatnya. Namun nabi tak pernah melupakan keluarganya demi sahabat. Karena keluarga adalah anugerah pertama yang diberikan kepada kita. Merekalah orang pertama yang harusnya kita berikan cinta tanpa syarat kita. Orang pertama yang kita beri ucapan cinta. Orang pertama yang rasakan penghargaan dari kita. Orang pertama yang dapatkan hormat kita. Orang pertama dalam daftar ucapan terima kasih kita. Orang pertama yang kita berikan seluruh dedikasi kita. Orang pertama yang kita bahagiakan. Orang pertama yang kita buat mereka tersenyum. Orang pertama yang kita sapa di saat kita terbangun dari lelap kita.

Sahabat, jangan nafikan cinta keluarga kita.

Ungkapkanlah cinta kita, dan buat mereka berharga dan bahagia.

Selasa, 17 Agustus 2010

HASRAT DAN PRIORITAS



Ada satu kata-kata yang membuatku tersadar,


“Prioritaskan kehidupan anda sesuai hasrat. Pastikan hasrat dan prioritas anda tetap selaras hari ini.”


Kata-kata ini benar-benar membuatku berpikir ulang tentang semua hal yang aku lakukan di hari-hariku. Semua yang aku pikirkan, semua yang aku jalani, semua yang aku turuti dari aku bangun tidur sampai aku terbaring lagi di kamarku yang aku sebut tempat teraman di dunia ini. Kata-kata ini kukutip dari sebuat buku yang kubeli beberapa bulan lalu dengan kondisi keuangan yang cukup memprihatinkan sebenarnya, tapi aku tak menyesali sudah membeli buku ini. Buku ini ditulis oleh pakar manajemen dan motivasi yang menurutku memang hebat tidak seperti pakar manajemen dan motivasi lain yang hanya membicarakan bentuk dari motivasi tapi lupa membicarakan bagaimana proses pembentukan motivasi yang berkelanjutan. John C. Maxwell, pakar kepemimpinan, pembicara, dan penulis dari sekian banyak buku. Sedangkan kata-kata yang ada di awal tulisan ini adalah kutipan dari bukunya The Maxwell Daily Reader yang merupakan kutipan dari buku-buku yang telah dia tulis. Sedangkan kata-kata tentang prioritas dan hasrat tadi adalah kutipan yang dicantumkan dari bukunya yang berjudul Talent is Never Enough.

Kembali ke kata-kata yang membuatku tersadar. Aku berkaca lagi pada diriku sendiri. Sudah cukupkah aku memprioritaskan sesuatu yang memang menjadi hasratku? Sudah tentu kalian bisa menebaknya. Belum, memang belum. Aku tidak berkata tidak, tapi belum. Salah satu hal yang ingin aku capai adalah aku benar-benar fokus dan kujadikan prioritas apa yang menjadi hasratku yang sampai pada titik ekstrim dan aku berkata “ini adalah hidupku, terserah apa kata kalian”. Aku akui selama ini aku sama sekali belum menghidupi prioritas akan hasratku, jika saja aku menjadi orang lain dan kulihat diriku sendiri maka akan kumaki diriku itu dengan segala kata-kata umpatan yang akan bangkitkan gairah dan hasratku. Akan kulucuti seluruh pakaian keraguan yang hambat apinya berkobar. Dan jika saja aku bisa menduplikasi diriku sendiri, akan aku hantam dia tiap pagi dan menyeretnya dari kasurnya untuk selalu awali hari lebih dini. Aku tak ingin diriku seperti orang yang tak mempunyai hasrat, aku tak ingin menjadi orang yang hidup apa adanya, yang hanya menjalani segala yang terjadi tanpa usaha untuk merubah sesuatu, yang hanya jalani sesuatu tanpa ada cita-cita dan visi, yang hanya menjadi mesin atau robot tanpa hasrat. Mungkin bisa kusebut sebagai seorang pegawai yang pada saat jam kantor dia menjadi robot penerima dan pelaksana perintah dan setelah jam kantornya usai, dia kembali menjadi manusia, tapi manusia yang hanya menunggu untuk waktunya dia menjadi robot di keesokan harinya. Aku tak ingin menjadi manusia seperti itu. Aku ingin menjadi manusia yang sepenuhnya menjadi manusia, yang memanusiakan daya kreatif dan daya pikir untuk menciptakan sesuatu yang baru, bukan menjalani dan melakukan apa yang sudah dibuat tanpa kita tahu kenapa kita melakukannya.


Aku ingin menghidupi hasratku.

Aku punya impian, aku punya hasrat, aku punya gairah, dan aku punya cita-cita dalam hidup ini. aku ingin mencapai semua itu. Dalam hal kantong, jiwa, keluarga, keturunan dan semua yang bisa punya dan kita lakukan di dunia ini sebagai manusia dan apa yang akan kita raih setelah kita mati.


Dalam buku itu menganalogikan tentang prioritas dan hasrat. Orang-orang yang memiliki hasrat yang kuat, tetapi kurang prioritas sama seperti orang-orang yang sedang berada di pondok kayu jauh di dalam hutan pada malam yang bersalju dan kemudian menyalakan beberapa batang lilin kecil lalu meletakkan semuanya di seputar ruangan. Lilin-lilin itu tidak memberi cukup cahaya untuk melihat, dan juga tidak menghasilkan cukup panas untuk membuat mereka tetap merasa hangat. Paling-paling, lilin-lilin itu hanya mampu membuat ruangan itu menjadi lebih ceria. Di samping itu, orang-orang yang memiliki prioritas, tetapi tidak memiliki gairah, bagaikan setumpuk kaui di perapian dalam pondok yang sama, tetapi tidak pernah dinyalakan. Sebaliknya, orang-orang yang memiliki gairah disertai prioritas, adalah sama seperti orang-orang yang menumpuk kayu-kayu itu, membakarnya, kemudian menikmati terang dan panas yang dihasilkan.


Sekarang aku menyadari bahwa bakat dan potensiku akan maksimal kalau saja aku padukan antara gairah dan prioritas. Saat ini sepertinya aku sedikit banyak melakukan hal-hal yang menghabiskan waktu yang tidak sesuai dengan bakat dan gairahku. Aku harus buat suatu perubahan, dan perubahan itu juga berkaitan dengan pilihan dan pengorbanan. Waktu aku memilih pada jalan tertentu, maka aku akan lupakan jalan yang lain. Dan itu mungkin juga disebut perjudian kehidupan. Bisa jadi pilihan yang kuambil itu lebih baik atau tidak lebih baik dari jalan sebelumnya. Namun itu tergantung dari bagaimana aku sudut pandang dan bagaimana aku menanggapi tentang segala sesuatu.

Perubahan yang harus aku buat adalah, menyelaraskan antara apa yang sangat aku yakini dengan apa yang aku kerjakan. Hal itu mungkin akan membawa perubahan besar dalam hidupku, dan sepertinya aku bisa menjamin akan itu. Memang hal ini tidak melenyapkan masalah-masalah yang ada, dan mungkin dari luar kelihatannya akan bertambah banyak masalah. Justru yang aku sadari mungkin memang akan bertambah banyak hambatan-hambatan. Tapi hal itu akan menguatkanku untuk menghadapi semua itu dengan energi dan antusiasme yang lebih besar lagi. Memang sulit dan berat untuk menyelaraskan antara prioritas dan hasrat dengan apa yang kita lakukan. Terlalu banyak hal yang harus disingkirkan dan disisihkan. Terlalu banyak godaan. Dan untuk tetap konsisten adalah sesuatu yang sangat berat, sungguh benar-benar berat. Butuh pengorbanan, kerja keras, cucuran keringat dan mungkin bahkan darah (semoga tidak sampai terjadi). Namun apakah berharga sebuah pencapaian jika tidak diawali dari sebuah konsistensi dan kerja keras? Mungkin memang berharga tetapi tidak cukup manis untuk dikenang dan dijadikan sebagai cerita perjalanan kesuksesan pada anak, cucu dan orang-orang yang sedang berjuang dan membutukan motivasi lebih.


Dan ketika semua itu bisa dijalani dengan baik, tak perlu kita bertanya lagi tentang keadilan Tuhan, Dia pasti menjawab dengan segala caranya. Sebuah kemenangan bukanlah sebagai janji semata, tapi akan menjadi sebuah kepastian.

Sebuah kata-kata penutup dari tulisan ini yang merupakan kutipan dari buku John C. Maxwell yang kubaca. Kata-kata bijak dari wartawan Tim Redmond, yang satu tahun lamanya John C. Maxwell menaruhnya di tempat yang mudah dia lihat sewaktu-waktu agar Maxwell tetap berada di jalur yang benar.


“Ada banyak hal yang akan saya lihat, tetapi hanya sedikit yang tersimpan di hati. Itulah yang harus saya kejar.”

Jumat, 13 Agustus 2010

SENDIRI TAK BERARTI SEPI



Ada rasa yang terus menggelayut dalam kesendirianku. Dimana tak ada seorang pun yang menemaniku di sekitarku. Aku tak berbicara tentang tak mempunyai seorang teman, aku tak berbicara tentang tak mempunyai orang untuk berbagi cerita, aku tak berbicara tentang seseorang yang egois yang pentingkan dirinya sendiri, aku juga tak berbicara tentang seseorang yang ingin selamanya hidup dalam kesendirian.

Aku berbicara tentang sebuah keintiman yang kurasakan ketika aku berdiri, duduk, berjalan, dan merenung dalam kesendirian. Mereka-mereka yang menjadi temanku hanya dalam sebatas ingatan dan dalam angan. Aku membayangkan tentang duduk di depan perapian kecil yang hangat di tengah hutan pohon yang tinggi menjulang. Di tengah gelap hutan dan dengan segala misterinya aku berada sendirian di tengah-tengahnya, dan aku menatap di sekelilingku, tak ada seorang pun kecuali mata-mata binatang malam.


Keintiman pada diri sendiri ynag benar-benar akan membuat diriku mengenali diriku sendiri sebagaimana adanya. Tentang sebuah pengenalan diri, apa yang telah terjadi padaku di waktu lalu hingga bentuk diriku seperti saat ini. Kontemplasi dalam namun dangkal, perenungan yang akan bawaku pada-Nya, pada Tuhan. Aku ingin hanya berduaan denganNya.

Entah mengapa aku sangat menikmati hal-hal seperti ini. Menikmati saat-saat kesendirianku, saat-saat di mana orang-orang yang kusayangi meninggalkanku untuk sementara waktu (yang aku tahu mereka akan kembali lagi tentunya), dan seolah mereka meninggalkanku berduaan saja. Meninggalkan diriku dan meninggalkan aku. Seolah di hati kecil ini berkata “mereka pergi, mari kita bercumbu”. Entah, jarang sekali aku merasa kebingungan karena tak ada teman di sampingku. Jarang aku merasa kesepian semata-mata karena tak ada orang yang menemaniku hisap sebatang api kecil dan hirup harumnya kopi. Seolah aku merasa selalu mempunyai teman setia di sampingku, yaitu diriku, hatiku, jiwaku, sukmaku. Tak semua orang pahami hal ini, pahami bahwa kesendirian bagiku bukanlah kesendirian yang nelangsa. Tak banyak orang yang mau mengerti bahwa hubungan intim paling nikmat adalah hubungan kita dengan diri kita sendiri. Tapi aku tak begitu peduli dengan apa kata mereka. Selama aku benar-benar masih bisa menikmati keintiman dengan teman sejatiku ini, dengan teman yang aku berani bertaruh dengan nyawaku bahwa dia tak akan pernah khianatiku, aku tak akan ambil pusing apa kata orang. Mungkin bagi sebagian orang ini adalah bentuk dari ego, tapi tidak bagiku. Ini adalah kesempatanku untuk kenali diriku sendiri. Aku tak akan pernah merasa kesepian dalam kesendirian.


Kawan, kesendirianku bukanlah berarti kesepian. Dan aku harap ada diantara kalian yang paham dan sadari hal ini. Kawan, kesendirian bukanlah alasan untuk merasa kesepian.

Rabu, 28 Juli 2010


Langit. Sungguh sebuah ruang yang tak terbatas.
Laut. Sebuah ruang yang dalam dan menyimpan berjuta misteri.
Langit dan laut. Dua hal yang sangat berbeda, namun memiliki sifat yang sama. Memiliki berjuta misteri yang belum terungkap oleh manusia. Dengan ketinggiannya, dengan kedalamannya, dan dengan keluasannya dia tunjukkan ke-digdayaan-nya. Hingga manusia tak akan bisa membayangkan ketinggian, kedalaman, dan keluasannya.
Tak sedikit ilmuwan atau para ahli dalam astronomi dan oseanografi yang berusaha pecahkan berjuta misteri yang dimiliki oleh langit dan laut. Mereka begitu ingin menguak misteri yang ada. Penemuan demi penemuan pun dihasilkan. Satu per satu misteri yang ada mulai terkuak. Namun itu masih belum cukup memuaskan mereka. Karena hingga saat ini tak terbayangkan misteri yang dipunyai oleh langit dan laut. Para ilmuwan pun tak menyerah berusaha menguak misteri-misteri itu. Meskipun mereka tahu bahwa dengan menemukan penemuan-penemuan baru itu tak mengurangi sedikitpun misteri yang dimiliki oleh langit dan lautan. Dengan ditemukannya suatu temuan itu dan dipecahkannya misteri itu, maka ada misteri lain yang mengikutinya. Dengan memecahkan misteri itu, mereka menyadari bahwa terdapat misteri lagi yang terkait dengan temuan mereka. Seperti efek bola salju yang tak akan pernah bisa berhenti, kian hari misteri itu semakin membesar. Para ilmuwan semakin menyadari bahwa dengan memecahkan misteri, mereka akan menemukan sebuah misteri baru. Tak ada jawaban yang lengkap dari misteri yang ada. Dari satu misteri yang mereka hendak pecahkan mereka mendapatkan satu jawaban namun diikuti dengan menemukan 10 misteri lagi.
Kesimpulannya tak ada jawaban yang utuh yang diberikan oleh para ilmuwan itu tentang misteri langit dan lautan. Dengan adanya 5 misteri yang terkuak dan terpecahkan, mereka menemukan 50 hal yang benar-benar masih menjadi rahasia langit dan lautan. Hal ini yang membuat mereka tak pernah bisa berhenti untuk menguak misteri yang ada.
Lalu jika demikian halnya yang terjadi, mengapa para ilmuwan itu terus menerus melakukan penelitian yang tak akan pernah ada titik akhirnya. Mengapa para ilmuwan itu bertindak seolah bahwa mereka akan menemukan semua jawaban atas misteri yang ada. Mengapa mereka begitu yakin tentang adanya jawaban atas semuat misteri yang ada.
Entahlah.
Mungkin karena sifat dari manusia yang tak akan pernah puas dengan apa yang telah dicapainya. Namun juga karena manusia memiliki bekal kemampuan otak yang sangat luar biasa hingga dari waktu ke waktu sedikit demi sedikit mereka menemukan jawaban-jawaban atas misteri-misteri itu. Walaupun dengan itu mereka justru tidak memecahkan misteri, dengan tidak sadar mereka hanyalah mencari misteri-misteri yang baru yang sebelumnya mereka belum melihatnya. Entah sampai mana kemampuan otak manusia bisa menjawab semua misteri yang ada di alam ini. Dari zaman suku Maya di Amerika Latin sampai saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan benar-benar mencengangkan. Penemuan demi penemuan sepertinya di luar bayangan manusia yang pada awalnya mengatakan “tak mungkin”. Namun dengan kemampuan otak manusia, kata-kata “tak mungkin” yang dikatakan oleh manusia pada zaman dahulu menjadi “mungkin”.
Lalu sampai mana kemampuan otak manusia?
Entah.

Senin, 14 Juni 2010

Selalu Seperti Ini (Tuhan Berikan PetunjukMU)


Selalu kayak gini. Nggak tahu kenapa. Sudah dari dulu, entah dari kapan aku lupa tepatnya, selalu berakhir seperti ini. Nggantung dan gak ada kejelasan. Padahal (mungkin) tinggal selangkah lagi. Dan aku mundur waktu aku hampir bisa memastikan tinggal selangkah lagi. Gak tahu apa yang ada di pikiranku. Aku selalu punya seribu satu alasan untuk membenarkan perbuatanku ini. Untuk mundur dari apa yang sudah aku mulai terlebih dahulu. Hasrat itu awalnya ada, Aku sudah menetapkan tekad untuk meneruskannya walau godaan untuk mundur pasti akan datang. Tapi lagi-lagi, aku menemukan alasan untuk mundur. Selalu ada alasan logika yang muncul. Bukan hanya karena perasaan. Tapi logika. Logika seorang laki-laki yang menginginkan masa depan terbaik untuk anaknya, istrinya, orang tuanya, orang-orang di sekitarnya, dan untuk dirinya sendiri.

Sekarang ini aku sendiri gak tahu apa yang harusnya aku lakukan. Apakah aku harus meneruskan apa yang telah aku awali, walau yang aku awali ini ternyata bukanlah seseorang atau sesuatu yang aku inginkan, yang aku harapkan. Apakah aku harus meneruskan, dan membangunnya. Apakah aku – lagi-lagi – harus mengemban sebagai seseorang yang memimpin dan mengangkat seseorang ke taraf kualitas yang lebih baik lagi? Apakah memang itu peranku? Untuk menerima yang mentah dan menggodok dan memasaknya hingga siap disajikan? Aarrhhh…. Terasa semakin berat saja. Sebenarnya yang aku inginkan adalah sesuatu yang udah tinggal menikmati, tinggal memetik, tinggal duduk tenang tanpa memikirkan sesuatu yang belum jadi. Sedikit banyak aku capek terus-terusan dihadapkan atau diberikan sesuatu yang mentah, sesuatu yang mengharuskanku menggodok, mengolah, mengangkat, memotivasi, atau apalah namanya.

Aku ingin seseorang atau sesuatu yang memang sudah berkualitas bagiku. Dan aku ingin dihadirkan seseorang atau sesuatu yang seperti itu. Sedikit banyak aku ingin rasa aman dalam hal ini. Untuk yang lain biarlah aku harus menerimanya dalam keadaan mentah atau setengah matang. Tapi untuk hal yang satu ini, aku jelas ingin yang pasti, yang jelas akan membuatku nyaman, membuatku merasa aman. Yang bisa membuat pikiranku tenang, yang ketika aku melihatnya aku tahu semua akan baik-baik saja. Yang aku akan bersimpuh di peluknya, mengaduh mengeluh hingga aku tertidur.

Tapi yang dihadirkannya sekarang ini, entah mentah, setengah matang, atau memang sudah matang. Aku tak tahu. Namun bagiku, bukan ini yang kuinginkan. Bukan ini yang kubutuhkan. Bukan. Aku bingung. Haruskah aku lanjutkan dan berusaha mengolah hubungan ini? Mengolah diriku sendiri dan mengolah seseorang atau sesuatu ini. Aku tak mau keluargaku esok adalah hasil dari kebodohanku saat ini. Aku benar-benar ketakutan untuk ini. Karena ini hal paling besar di dunia ini. Tanggung jawab terbesar dalam hidupku. Tidak seperti hal lain dalam hidupku, untuk hal ini aku benar-benar menghindari resiko. Untuk pekerjaan, untuk segi kehidupan yang lain aku selalu mengambil resiko. Tapi untuk hal ini aku benar-benar tak mau ambil resiko. Kalau pun aku mengambil resiko, aku akan mengambil yang sekecil mungkin. Karena aku sendiri pun tak bisa menjamin bahwa aku bisa tangani resiko ini sendirian.

Lalu aku harus bagaimana? Entah. Mungkin akan aku biarkan mengalir dan menguap. Atau……entahlah,,,aku benar-benar tak tahu..
Tuhan. Berikan pentunjukMU.

Sedikit Tentang Diriku

Foto saya
Malang, Jawa Timur, Indonesia
Lelaki yang selalu ramai dalam kesepian dan sepi dalam keramaian.. wah kayak lirik lagunya almarhum Chrisye ya..