Dalam pencarianku akan cinta.
Aku ingat kembali akan perjalananku pada hari-hari yang lalu. Aku tak pernah menemukan cinta pada makhluk. Sekali pun itu wanita yang banyak laki-laki sebut sebagai bidadari dunia. Di manakah cinta? Pada siapa aku akan menemukan cinta?
Ketika aku berusaha untuk temukan cinta di dunia ini, aku melihat tak sedikit pasangan laki-laki dan perempuan saling bergandengan tangan, saling memeluk di atas roda dua mereka. Berkasih-kasihan, saling memberikan rasa sayang. Entah mereka anggap itu cinta atau bukan. Mereka saling memberikan pandangan terdalam mereka yang bisa mereka berikan satu sama lain. Saling nyatakan perasaan mereka dan mereka pun tertawa, mereka tersenyum dengan malunya. Entah mereka anggap itu sebagai cinta atau tidak. Yang aku pikirkan saat melihat mereka, itu bukan cinta sejati. Pun mereka anggap itu adalah cinta sejati mereka. Itu anggapan mereka. Namun anggapanku, aku tak lagi bisa merasakan itu. Mungkin.
Ketika aku berusaha untuk temukan cinta pada seorang manusia, aku sadar, bahwa sepertinya aku tak akan pernah temukan cinta pada seorang manusia, pada seorang wanita. Selama ini aku tak pernah rasakan cinta yang membara yang bisa membuatku lupa akan semua hal yang ada di atas bumi di bawah langit ini. Aku sadar. Aku tak akan pernah temukan cinta yang dirasakan oleh orang-orang yang aku sebutkan tadi. Pertanyaan timbul dalam benakku, lalu mengapa aku masih berusaha untuk temukan cinta pada seorang manusia? Mengapa aku tetap mencoba untuk mencari cinta yang semu?
Dalam pencarianku akan cinta sejati aku tak pernah menemukan cinta yang sempurna pada diri seorang makhluk, pun itu wanita tercantik yang pernah kutemui. Tak bisa kurasakan getaran cinta sedikitpun. Nafsu malah yang membara dalam otakku. Namun ketika aku teringat akan Tuhan-ku, hati ini selalu tergetar. Ketika teringat akan Tuhan-ku, Allah, hati ini terus berdebar. Entah debaran yang sama ketika seseorang bertemu dengan wanita tercantik yang mereka temui atau tidak.Sepertinya aku telah jatuh cinta dengan Tuhan-ku, Allah. Sedangkan aku telah jatuh cinta dengan Tuhan-ku, mengapa aku masih ingin merasakan cinta yang tak bisa disebut dengan cinta?
Jika aku tak lagi dapat temukan cinta pada seorang manusia, mengapa aku masih mencari cinta pada manusia? Jika aku telah tetapkan bahwa cinta yang ada, cinta yang sejati, adalah cinta kepada Tuhan-ku, Allah. Lalu apa yang dirasakan oleh orang-orang yang berpasang-pasangan itu? Apa yang dirasakan oleh pria dan wanita yang saling memeluk dan berkasih-sayang? Lalu dengan apa aku akan memutuskan untuk menikahi seorang wanita? Cinta?
Semakin bingung aku akan satu hal ini. Apakah tak ada cinta di dunia ini? Apakah cinta hanya pantas disebutkan dan ditujukan untuk Tuhan-ku? Jika begitu adanya, apakah aku masih bisa mencintai manusia yang ada di dunia ini?
Apakah hanya kata “suka” yang pantas disebutkan dan ditujukan pada manusia? Atau kata “kasih” yang pantas disebutkan pada manusia?
YA!
Mungkin itu! Mungkin kata “kasih” yang pantas disebutkan pada manusia. Sebenarnya aku masih ragu. Bisa jadi masih ada kata lain yang lebih pantas. Tapi saat ini mungkin hanya kata ini yang ada dalam pikiranku yang pantas disebutkan oleh manusia kepada makhluk. Cinta terlalu agung untuk diucapkan pada sesuatu selain Tuhan. Lalu apa definisi dari kata “kasih” itu?
Mungkin saat ini yang aku cari bukanlah cinta lagi. Aku telah temukan cinta pada Tuhan-ku, walaupun aku masih belum bisa mencintaiNya dengan sempurna, walaupun aku masih belum mencintaiNya seperti yang Ia inginkan. Aku masih belajar untuk mencintaiNya.
Mungkin yang saat ini aku cari adalah kasih pada seorang manusia yang bisa menuntunku untuk bisa memperkuat cintaku pada Tuhan. Kasih yang bisa membimbingku pada cinta Tuhan-ku. Mungkin itulah yang aku cari. Kasih dari seorang manusia. Aku tak ingin menemukan cinta seorang manusia. Aku tak ingin manusia mencintaiku lebih dari cintanya pada Tuhan. Aku ingin mengasihi seseorang karena cintaku pada Tuhan-ku, dan aku ingin seseorang mengasihiku karena cintanya pada Tuhan. Mungkin itu yang aku cari. Jika itu yang aku dapatkan, sungguhlah aku adalah manusia yang beruntung di dunia ini. Jika aku mampu memberikan kasih pada seseorang karena cintaku pada Tuhan, semoga Tuhan sebagai kekasihku membalas apa yang aku rasakan padaNya. Walaupun cintaku padaNya masih belum seperti apa yang Dia harapkan.
Mungkin hal ini yang mendasari aku tak mudah jatuh cinta pada seorang manusia. Mungkin, juga hal ini yang mendasari aku pada memutuskan hubunganku pada seorang wanita yang sebenarnya sangat aku kasihi di waktu lalu. Mungkin ini adalah sebuah klarifikasi pada perbuatanku yang lalu ketika aku memutuskan hubunganku dengan seorang wanita yang sebenarnya sangat aku kasihi. Namun aku memilih untuk berpisah karena aku mulai merasa dia tak bisa kehilanganku. Aku merasa dia terlalu mengasihiku hingga pada akhirnya dia mencintaiku. Seperti yang telah aku ungkapkan, aku tak mau seseorang mencintaiku lebih dari cintanya pada Tuhan-nya. Aku tak mau seseorang lebih takut kehilanganku daripada kehilangan cinta Tuhan padanya. Hanya kata maaf yang bisa aku ucapkan pada wanita di masa laluku ini. Sungguh aku tak mau menyakiti, namun ini adalah yang terbaik. Terbaik bagiku dan baginya. Semoga dia bisa ambil pelajaran dari ini. Semoga hal ini tak akan terulang kembali pada hidupku.
Dan begitu pula diriku. Aku harus belajar untuk tak lebih mencintai makhluknya - tak hanya wanita - daripada mencintaiNya. Aku sadar, sepenuhnya aku sadar bahwa aku pun memang benar-benar harus belajar tentang hal ini. Terlalu banyak godaan yang ada di dunia ini. Aku pun adalah orang yang sangat mudah terlena, dan tak sekali aku lebih mencintai makhluk daripadaNya. Dan memang, sungguh sujud syukurku bila suatu saat nanti aku disadarkan dari kekhilafanku, yaitu lebih takut kehilangan cinta dari makhluk daripada kehilangan cintaNya. Sungguh tiada banding cinta makhluk dengan cintaNya.
Tuhan, jagalah cinta ini.