Terdudukku di teras belakang rumahku. Sesaat mengingat kembali kejadian yang baru saja kualami hari ini. Hari yang indah diawali dengan pagi yang indah. Dan memang menjadi awal bagi hari yang indah bagiku. Teringat kembali peristiwa-peristiwa yang kualami, dari ku berada di jalanan di atas motor tua tapi yang sangat kusayangi, berjalan di lorong kampus yang gelap, memulai kelas yang tak ada satu pun dari mahasiswa kelas yang kukenal, hingga peristiwa saat aku sekedat membayar parkir.
Dan aku teringat. Pada saat duduk santai di kampus tadi aku melihat seorang wanita yang dulu aku kenal baik. Wanita yang seluruh kampus mengenalnya. Wanita yang sering menjadi impian bagi para lelaki dan menjadi bahan pergunjingan para wanita. Tak heran, ia memang cantik, tubuhnya indah semampai, kulitnya bersih, wajahnya ayu, penampilannya menarik. Tak terhitung berapa lelaki yang mencoba mendekatinya. Tak terhitung berapa wanita yang mempergunjingkan dan sirik padanya. Bila ia berjalan di depan kumpulan para lelaki tak pelak bola mata para lelaki mengikuti ke mana dia pergi. Bahkan tak jarang dia menjadi “fantasi’ bagi para lelaki.
Saat itu aku sedang sekedar duduk-duduk melepas lelah bersama teman-teman karibku. Dan dia (wanita yang konon menjadi idaman para lelaki itu) duduk jauh di sampingku di pelataran gedung kampus. Dia sedang bersama lelakinya yang.. yah boleh dikatakan mempunyai penampilan fisik di atas standar. Tapi tidak tahu dengan penampilan nonfisik alias kepribadiannya. Dan pula ia dari keluarga – yang katanya – berpunya.
Sejenak aku melihatnya dan dia melihatku. Beberapa kali kami saling pandang tapi tanpa tegur sapa ataupun hanya sekedar melempar senyuman. Kami saling pandang hanya sekilas pandang dengan wajah dingin. Aku pun terus terus bercengkerama dengan teman-teman karibku tanpa terlalu mempedulikan dia. Dan agaknya demikian juga dengannya. Dan diapun terus bercengkerama denngan lelakinya.Tak terlalu mempedulikanku dan kamipun seolah tak saling mengenal. Dan momen itu berlalu begitu saja tanpa ada sesuatu yang menjadi ganjalan di hatiku.
Tapi pada saat aku duduk merenung di pekarangan belakang rumahku ini, aku berpikir kembali. Mencoba untuk lebih kritis lagi. Kuingat-ingat momen-momen setahun, dua tahun, dan tiga tahun yang lalu. Saat itu tak tahu apa yang terjadi dia sering menelponku, entah sekedar menanyakan kabar, meminta saran atas kesulitan yang dia alami, atau kadang-kadang – yang sekarang baru aku menyadari – seperti telpon basa-basi hanya untuk kami bisa punya kesempatan untuk berbincang. Padahal saat kami bertemu langsung, paling jauh kami hanya sekedar menyapa. Tapi entah pada saat berada di sambungan telepon seolah-olah kami sudah sangat mengenal satu sama lain. Kami berbincang, kami bercanda, kamipun curhat. Hingga tak terasa kami sudah memegang telepon hingga hitungan jam, bukan hitungan menit lagi. Pernah juga dia menjadi model dalam sesi pemotretanku bersama teman-temanku sesama penghobi fotografi. Dan saat kami berpindah lokasi pemotretan tanpa kuduga dia menggandeng tanganku. Tapi bodohnya aku tak menanggapinya terlalu serius, dan kulepas genggaman tangannya.
Entah apa yang aku rasakan dahulu. Dia begitu dekat, tapi aku tak menyadarinya. Entah mungkin dahulu aku masih trauma atau apa. Dulu aku sama sekali mati rasa. Tak ada kepekaan seorang laki-laki pada seorang wanita. Dalam pikiranku seolah tertanam, “tak mungkin dia berperasaan seperti itu.” Sekarang sepertinya aku merasakan rasa yang berbeda dengan saat-saat kami begitu dekat. Sekarang kami seakan jauh, seakan kami sudah tak saling mengenal. Diam-diam ternyata aku menyimpan rasa padanya. Dan hal itu baru aku sadari saat ini. Sekarang diam-diam aku memperhatikan dia, diam-diam au menyimpan harapan padanya, diam-diam aku memimpikan dia. Rasa ini selama ini tak pernah aku sadari sebelumnya. Diriku sendiri terheran dengan rasa ini. Dan pertanyaan timbul, “Mengapa tak dari dulu tumbuh rasa ini? Saat aku dan dia serasa begitu dekat. Saat wajahnya hangat saat kami bertemu.” Dan sekarang semuanya telah berubah. Semuanya telah berbeda. Waktu berjalan. Manusia berubah. Keadaan tak akan pernah sama. Sekarang dia telah bersama lelaki lain. Dan agaknya aku tak punya kesempatan lagi.
Dan senyum simpul di sudut bibir ini terkembang. Aku menyesali kehilanganku atas kesempatan yang dahulu. Tapi saat ini aku hanya bisa bersyukur. Tak ada gunanya merenungi kehilangan. Penyesalan dan kemudian beradai-andai adalah hal yang sia-sia. Memang penyesalan adalah hal yang penting. Penting ketika kita bisa menarik pelajaran darinya. Saat penyesalan itu berbuah pengalaman dan berbuah pelajaran untuk bekal di kantong hati dan pikiran kita di kemudian hari. Dahulu aku telah begitu apatis terhadap sesuatu. Tak tahu apa yang menghantuiku saat itu. Sampai saat ini aku tak bsia mengetahuinya. Tapi yang bisa kusadari adalah, saat yang lalu itu aku telah menyiakan kesempatan yang berbuah penyesalan. Namun syukurku bahwa penyesalan itu berbuah pelajaran yang diberikan Tuhan padaku.
Ini tak hanya mengenai kesempatanku pada seorang wanita. Lebih dari itu. Ini mengenai kesempatan dalam hidup yang diberikan pada kita. Kesempatan tak akan pernah datang dua kali. Aku yakin akan hal itu. Dan semoga anda yakin akan hal itu juga. Mengapa? Karena waktu tak akan pernah terulang kembali. Kesempatan di masa datang (jika ada)bukanlah kesempatan yang sama pada saat ini atau masa yang lalu. Kesempatan itu adalah kesempatan yang sama sekali berbeda. Karena tak ada yang sama persis di dunia ini. Yang kita butuhkan adalah kepekaan kita akan datangnya kesempatan, keberanian untuk melangkahkah kaki kita, dan keteguhan hati bahwa tak ada yang lebih buruk dari kehilangan kesempatan. Jika kita menggunakan kesempatan itu dan hasilnya sesuai dengan harapan kita, kita pasti bersujud syukur telah menggunakan kesempatan itu dengan baik. Namun bila hasilnya tak sesuai dengan pengharapan kita, maka yang perlu diingat adalah bahwa kita tak pernah rugi menggunakan kesempatan itu. Kita telah belajar dalam melihat kesempatan, belajar memberanikan diri untuk melangkah, dan telah belajar untuk megenali potensi yang ada dalam diri kita. Sebagian orang akan berkata, “Mengapa dilakukan bila hasilnya tak ada? Lebih baik tak usah dilakukan.” Bila kita mengalami kegagalan ada dua hal yang mana membedakan dari kita orang-orang yang mengambil kesempatan dengan mereka yang tak mengambil dan mempergunakan kesempatan. Pertama, kita telah belajar bagaimana melihat dan menggunakan kesempatan. Kedua, kita belajar untuk mengatasi ketakutan akan kegagalan. Dan mungkin lebih-lebih yang ke tiga adalah kita lebih mengenal tentang diri kita sendiri. Potensi kita, dan batas-batas yang kita miliki. Berbeda dengan mereka yang tak pernah menggunakan kesempatan dan hanya bisa mengolok-olok orang yang gagal. Mereka adalah orang-orang yang tak punya optimisme. Mereka adalah orang-orang yang apatis dan picik dalam melihat sesuatu. Mereka adalah pengecut dan pecundang yang hanya bisa menertawakan kita yang mengalami kegagalan. Mereka adalah orang-orang manja yang menginginkan kebahagiaan dan kesenangan tanpa daya usaha. Dan bila kita mengalami kegagalan dan mereka mendatangi kita dengan kecongkakan kosong mereka, hanya ingatkan pada diri kita akan kalimat-kalimat di atas. Bahwa mereka jauh tak lebih baik dari kita.
Kita adalah orang yang terus belajar dan dinamis. Kita terus berubah seiring berjalannya masa. Kita mengalami kegagalan, kita mengalami keberhasilan, kita pernah di puncak kejayaan dan kita pernah tersungkur di palung kekalahan. Namun kita tak pernah menyesal. Karena kita selalu bisa mengambil pelajaran dari semua itu. Kekalahan bukan tak ada gunanya. Kemenangan tak menghanyutkan kita. Apabila situasi di sekitar kita seketika berubah di luar prediksi kita, kita tak akan kebingungan mencari pegangan. Karena kita telah berpengalaman dan “terpelajar” dalam kelas “kehidupan”. Namun bagi mereka yang hanya bisa mengolok orang-orang yang gagal, tak akan pernah lama mereka bisa bertahan dalam situasi yang seketika berubah. Sontak mereka akan gelagapan bingung mencari pegangan. Dan seperti domba kehilangan gembalanya, tak tahu mereka akan berjalan ke arah mana.
Dan semoga kita adalah orang-orang yang selalu menggunakan kesempatan dengan penuh rasa optimisme dan keyakinan, bahwa tak ada yang lebih buruk dari kehilangan kesempatan. Semoga.
Semangat untuk kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar